"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku."
(Mazmur 139 : 13)
Seorang Professor dalam bidang Kedokteran pernah mengajukan sebuah situasi medis yang juga menyangkut masalah etika kepada mahasiswa-mahasiswanya : "Sebuah keluarga memiliki riwayat sebagai berikut. Si Ibu menderita TBC. Mereka telah dikaruniai empat orang anak. Anak yang pertama buta. Yang kedua meninggal. Yang ketiga tuli. Yang keempat menderita TBC. Sekarang si ibu sedang mengandung anak yang ke lima. Kedua orang tuanya mendatangi kalian untuk meminta saran. Mereka bersedia melakukan aborsi, Jika memang itu keputusan kalian. Bagaimana pendapat kalian?"
Para Mahasiswa mengemukakan berbagai macam pendapat, dan kemudian sang professor meminta mereka untuk membentuk kelompok-kelompok kecil untuk "berkonsultasi". Semua kelompok melaporkan bahwa mereka menyarankan aborsi. "Selamat," kata Sang Professor. Karena kalian baru saja mencontoh kehidupan Beethoven." Bayangkan kalau kekeliruan keputusan yang kita ambil ini terjadi, tidak akan pernah terlahir seorang Beethoven di dunia ini dan mungkin Beethoven 2 yang lain.
Seorang wanita turut ambil bagian dalam proses penciptaan tubuh seorang anak, dan ketika anak itu bertumbuh, ia memelihara emosi dan pikiran si anak. Namun demikian, hanya Tuhanlah yang dapat menciptakan jiwa seorang anak. Jiwa harus memiliki tubuh. Tubuh harus memiliki jiwa. Allah dan juga si ibu adalah mitra dalam proses penciptaan seorang bayi sejak saat pembuahan.
Setiap ibu memiliki hak istimewa bersama-sama Allah dalam menciptakan kehidupan baru. Ia membantu menciptakan sebuah jiwa yang akan tetap abadi. Dan tidak ada hak yang lebih istimewa selain hak untuk bisa terlibat dalam penciptaan seorang manusia. Hal itu memerlukan iman yang sangat besar untuk bisa mewujudkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar